Berita Terkait
- Sumur Bor Otsus Keluarkan Air Keruh
- Gubernur: Awasi Dana Otsus
- Kabupaten Pertanyakan Perubahan Rasio Dana Otsus
- Anggota DPD Sarankan Dana Otsus Dipisah
- Eksekutif Serahkan Revisi Raqan Otsus ke DPRA
- Dana Otsus Aceh 26,9 Triliun
- Dana Otsus Aceh 26,9 Triliun
- Pemerintah Aceh Akan Revisi Qanun Otsus
- Anggota DPR RI: Aceh Butuh Renstra Dana Otsus
- Bappeda Aceh Tolak Bahas Otsus Aceh Barat
BANDA ACEH - Para kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRK dari 23 kabupaten/kota se-Aceh mengusulkan agar Dana Otonomi Khusus (Otsus) 2013 diberikan dalam bentuk dana segar atau tunai ke rekening kas masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Selama ini, dana tersebut justru baru disalurkan apabila ada usulan program yang disampaikan kepala daerah ke pihak provinsi.
Usul perubahan kebijakan tentang penyaluran Dana Otsus tersebut disuarakan sebagai usulan kolektif seluruh bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, serta pimpinan maupun anggota DPRK kabupaten/kota se-Aceh yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Perubahan Rancangan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi serta Penggunaan Dana Otsus yang dilaksanakan Pansus DPRA di Ruang Serbaguna DPRA, Rabu (7/11). RDPU itu dibuka oleh Wakil Ketua II DPRA, Drs Sulaiman Abda MSi.
Ia nyatakan, RDPU ini dilaksanakan oleh pansus dengan mengundang kepala dan wakil kepala daerah, pimpinan maupun anggota DPRK dari 23 kabupaten/kota se-Aceh, untuk memberikan masukan terhadap rencana perubahan beberapa isi pasal Qanun Nomor 2 Tahun 2008.
Menurut Sulaiman Abda, usulan perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008 ini datangnya dari Pemerintah Aceh yang baru (duet Zaini Abdullah-Muzakir Manaf), dengan maksud agar penggunaan Dana Otsus lima tahun ke depan lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran untuk kemakmuran rakyat sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Selesai Pimpinan DPRA membuka acara RDPU, pimpinan sidang diserahkan kepada Abdullah Saleh SH selaku ketua pansus yang membahas perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008. Ia membuka kesempatan tanya jawab dalam dua sesi, masing-masing tiga orang.
Orang pertama yang memberi tanggapan adalah Adam. Wakil Bupati Gayo Lues ini berpandangan, alokasi pembagian Dana Otsus antara provinsi dan kabupaten/kota jangan diubah dan tetap seperti yang terdapat dalam Pasal 11 Qanun Nomor 2/2008, yaitu 40 persen provinsi dan 60 persen kabupaten/kota.
Selanjutnya, ia sarankan, kalau bisa mulai tahun 2013 ini, penyalurannya tidak lagi dalam bentuk usulan program dari kabupaten/kota ke provinsi, melainkan berupa dana tunai dari provinsi, seperti halnya pengalokasian dana DAU atau DAK dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota.
Usulan senada dilontarkan Bupati Pidie Jaya, Muhammad Gade Salam. “Kalaupun Pemerintah Aceh ingin mengubah persentase pembagian Dana Otsus itu, janganlah 60 persen provinsi dan 40 persen kabupaten/kota. Sebagai jalan tengahnya, ya 50:50. Kecuali itu, penyaluran dananya jangan lagi dalam bentuk usulan program pembangunan, tapi berupa dana segar,” ujarnya.
Gade beralasan, Dana Otsus itu bisa dijadikan penerimaan APBK kabupaten/kota, dan dana itu bisa membantu daerah-daerah untuk ke luar dari keadaan defisit anggaran.
Ia buka-bukaan bahwa berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan lelang paket proyek Dana Otsus itu, Unit Pelaksana Lelang (UPL) SKPA di Banda Aceh yang melakukan lelang paket otsus kabupaten/kota biasanya meminta upeti 5 persen per paket proyek kepada kontraktor yang memenangkan proyek.
Selain itu, katanya, sejak pelelangannya dilakukan di Banda Aceh pada 2008-2010, ratusan bahkan ribuan paket proyek otsus kabupaten/kota tidak selesai, bahkan ada yang sampai kini telantar.
Pandapat senada juga dilontarkan Bupati Aceh Utara H Muhammad Thaib, Wali Kota Langsa Usman Abdullah, Ketua DPRK Pidie Jaya T Saiful, dan Wakil Ketua DPRK Bener Meriah, Joni Setiawan.
Anggota DPRK Aceh Utara dan anggota DPRK dari kabupaten/kota lainnya bersaran agar rasio pembagian Dana Otsus jangan diubah lagi, tapi tetaplah 60% kabupaten/kota dan 40% Pemerintah Aceh.
Adapun penyalurannya jangan lagi dengan cara usulan program, melainkan transfer dana langsung ke rekening kas daerah kabupaten/kota. Pemerintah provinsi disarankan membuat aturan mainnya dan dipersilakan mengawasi penggunaan dana itu di kabupaten/kota, apakah sudah sesuai dengan UUPA atau tidak. Kalau ada kabupaten/kota yang melanggarnya, maka akan dikenai sanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Abdullah Saleh yang memimpin jalannya rapat, Pemerintah Aceh yang baru menilai, pemanfaatan Dana Otsus itu selama ini banyak yang belum tepat sasaran, makanya perlu ditata kembali. Caranya adalah dengan mengusulkan perubahan isi Qanun Nomor 2 Tahun 2008.
Selain itu, lanjut Abdullah Saleh, otonomi khusus Aceh itu terpusat di provinsi, makanya Gubernur dam Wagub Aceh perlu membuat perencanaan yang baru untuk memaksimalkan penggunaan Dana Otsus untuk lima tahun ke depan. “Tujuan semua itu adalah untuk mewujudkan visi dan misi agar Aceh maju, damai, makmur, sejahtera, dan bermartabat,” ujarnya. (her)
Banda Aceh Butuh Banyak Dana
Di antara bupati dan wali kota yang menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDPU) di Ruang Serbaguna DPRA kemarin, terdapat Wali Kota Banda Aceh, Ir Mawardy Nurdin MEng. Ia menekankan perlunya formula pembagian Dana Otsus antara provinsi dengan kabupaten/kota diubah. Selain itu, sebagai ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh, menurut Mawardy, memerlukan banyak dana. Berikut pandangannya:
Dalam Perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2008, hal yang paling penting kita fokuskan, bukan hanya soal besar dan kecilnya pembagian antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, 40:60 atau 60:40, tapi yang lebih penting lagi adalah setelah dilakukan perubahan, dana yang akan dikuasai provinsi yang lebih besar itu, digunakan untuk apa saja?
Hingga kini, kami belum menerima penjelasan resmi dari Pemerintah Aceh mengenai penggunaan Dana Otsus tersebut, setelah nantinya pemerintah provinsi menerima 60 persen.
Kedua, formula pembagian Dana Otsus jatah kabupaten/kota itu perlu diubah. Sebab, formula pembagian yang ada sekarang ini, sangat tidak menguntungkan Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi. Alasannya, dasar dari pembagian Dana Otsus kabupaten/kota yang sekarang 60 persen itu adalah luas daerah, jumlah penduduk miskin, pengangguran, ketersedian prasarana dan sarana infrastruktur yang masih minim.
Kalau standar formula itu tetap digunakan, maka Kota Banda Aceh paling sedikit mendapat Dana Otsus setiap tahunnya setelah Kota Sabang. Alasannya, indikator formula tersebut angkanya paling kecil di Kota Banda Aceh. Akibatnya, kota ini tetap mendapat porsi yang paling sedikit. Lima tahun lalu, kita tidak mengeluh, karena jika minta tambahan untuk dana pembebasan tanah untuk pelaksanaan proyek peningkatan prasarana dan sarana infrastruktur kota seperti drainase, pelebaran jalan kota dan kampung, DPRA memberikannya. Tapi dua tahun terakhir ini tidak lagi.
Hal ini yang mendorong kami menyarankan agar formula pembagian Dana Otsus itu perlu diubah dengan memasukkan kepadatan infrastruktur, menjadi salah satu indikator, khusus untuk Kota Banda Aceh.
Untuk menyiapkan Banda Aceh sebagai ibu kota Pemerintah Aceh, butuh anggaran yang besar. Banda Aceh sebagai pintu masuk Aceh, kotanya harus kelihatan indah, cantik, bersih, dan teratur.
Bupati Aceh Tenggara, Ir Hananuddin Beru, setuju dengan usulan yang disampaikan Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin. (her)
Kabupaten dan Kota Punya Hak
Forum Komunikasi Pemerintahan Kabupaten dan Kota se-Aceh (FKKA) telah menyampaikan naskah usulan pendapatnya kepada Gubernur Aceh, kepada Badan Legislasi (Banleg) DPRA, juga kepada Komisi A DPRA untuk ditampung dalam Revisi Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi serta Penggunaan Dana Otonomi Khusus.
Isi pokok usulan itu adalah bunyi Pasal 179 ayat (2) huruf C ada hubungannya dengan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yaitu Dana Otsus di samping menjadi penerimaan Pemerintah Aceh, juga merupakan penerimaan kabupaten dan kota yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui Pemerintah Aceh.
Dengan demikian, dua-duanya punya hak yang sama untuk menerima dari pemerintah pusat. Pemerintah Aceh harus menganggarkan dalam APBA pada pos bantuan keuangan khusus untuk kabupaten/kota melalui mekanisme transfer ke kabupaten/kota.
Dana tersebut digunakan oleh kabupaten/kota untuk program-program dalam kewenangan yang telah disepakati bersama (Pemerintah Aceh dengan pemerintah kabupaten dan kota). Pola transfer ini merujuk kepada PP Nomor 58/2005 Pasal 27 ayat (7) tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Untuk memahami isi dan maksud Pasal 179 dan 183 yang terkait dengan tata cara pengelolaan dan pemanfaatan Dana Otsus tersebut, FKKA telah meminta pendapat hukum (fatwa) dari Fakultas Hukum Unsyiah, meminta pendapat Dirjen Bina Administrasi Keuangan Daerah Kemendagri, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI, Pimpinan KPK, dan lain-lain.
Kesimpulannya, Dana Otsus menjadi penerimaan Aceh dan kabupaten/kota. Pasal 183, ayat (1) dan ayat (4) dalam kaitannya dengan Pasal 179 itulah yang menuntut kearifan provinsi dan kabupaten/kota untuk menemukan formula bagaimana mengaturnya, sehingga kedua pasal tersebut dapat direalisasi dengan benar.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !