JANTHO - Data yang pernah
dikeluarkan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG)
menyebutkan, sebanyak 26 desa yang tersebar dalam dua kecamatan dan
empat kemukiman di Kabupaten Aceh Besar masuk kawasan rawan bencana
(KRB) Gunung Api Seulawah Agam.
Data desa KRB Seulawah Agam
diperoleh Serambi dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) ketika
berlangsung simulasi (drill) Gunung Api Seulawah Agam pada 24 Desember
2011. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Besar,
Muhammad Hatta membenarkan ada 26 desa di sekitar Gunung Seulawah Agam
masuk kawasan rawan bencana. “Kami sudah pernah melakukan simulasi
bencana gunung api pada akhir tahun lalu. Namun kita berharap dijauhkan
dari bencana,” kata Hatta ketika dihubungi Serambi, Sabtu (5/12/2013)
malam.
Menurut Hatta, pihak BPBD Aceh Besar sudah
mensosialisasikan warning yang dikeluarkan Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) tentang meningkatnya status Gunung Api Seulawah Agam dari normal
menjadi waspada.
“BPBD sudah berkoordinasi dengan camat, kapolsek,
danramil dari masing-masing kecamatan (Lembah Seulawah dan Seulimuem,
red) untuk menenangkan masyarakat. Masyarakat tak perlu panik karena
status Seulawah Agam masih pada tingkatan waspada akibat terjadinya
sedikit perubahan yang diakibatkan aktivitas magma. Kita serukan
masyarakat tidak panik meski tetap waspada,” kata Hatta.
Berdasarkan
data PVMBG, KRB Gunung Api dikategorikan tiga tingkatan, yaitu KRB I,
KRB II, dan KRB III. KRB I adalah kawasan yang sering terlanda awan
panas, aliran lava pijar (guguran/lontaran material pijar), gas beracun,
merupakan lahan kosong tidak berpenduduk terdiri atas hutan dan kebun
penduduk dalam radius dua kilometer.
KRB II untuk Gunung Seulawah
Agam adalah bila awan panas dan aliran lava terjadi, diperkirakan akan
masuk ke lembah hulu sungai Alue Glang, Alue Bieung, Alue Uteun Pineung,
Alue Bubur, Alue Blangbia, Krueng Ateuh, Krueng Keumeuroe, Krueng
Taleu, Krueng Leungah, dan Krueng Babah Meugeundrang.
Radius KRB
II adalah lima kilometer. Kawasan yang berpotensi terlanda adalah Desa
Pulo, Lamteuba Droi di lereng barat laut ke arah selatan diperkirakan
sebarannya menuju sebelah utara Desa Teladan. Desa yang berpotensi
terkena hujan abu adalah Desa Pulo, Lamteuba Droi, Krueng Lingka di
lereng barat laut, dan Desa Sukamakmur di lereng timur, semuanya
berpusat pada Kawah Heutz. Sementara untuk pusat erupsi Kawah Simpago
tidak terdapat pemukiman penduduk.
Sedangkan untuk KRB III adalah
kawasan yang rawan terhadap lahar/banjir Kawah Simpago meliputi Krueng
Ateuh, Alue Glang, Alue Bieng, Alue Uteun Pineung, Alue Bubur dan Alue
Blangbia. Kawah Heuzt meliputi Krueng Keumeuroe, Kreung Talue, Krueng
Lampanah, Kreung Leungah, dan Krueng Babah Meugeundrang. Semua dalam
radius 8 kilometer. Desa yang berpotensi dilanda hujan abu pada jarak
delapan kilometer dari Kawah Heutz adalah Pulo, Lampanteu, Lambada,
Lamteuba Droi, dan Krueng Lingka di lereng barat laut. Saree Aceh, Suka
Mulya, Suka Damai, Suka Makmur di lereng timur. Sedangkan yang
berpotensi dilanda hujan abu pada jarak delapan kilometer dari Kawah
Simpago adalah Desa Teladan, Kampung Madat Lembaro Tunong, Alue Rindang,
Iboih Tunong, Iboih, Ayun, dan Bayu di lereng barat daya.
Seperti
diberitakan, dalam situs resminya edisi Jumat 4 Januari 2013, Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM menjelaskan,
penetapan status waspada Gunung Seulawah Agam di Aceh Besar karena
terjadinya peningkatan kegempaan vulkanik dalam (VA) dan vulkanik
dangkal (VB) terhitung sejak 27 Desember 2012. Berdasarkan pengamatan
kegempaan dan visual kawah serta analisis data, maka status kegiatan
Gunung Seulawah Agam terhitung 3 Januari 2013 pukul 19.00 WIB dinaikkan
statusnya dari normal (level I) menjadi ‘waspada’ (level II).
Kadistamben
Aceh, Ir Said Ikhsan MSi didampingi Kabid Geologi Sumberdaya Mineral,
Ir Akmal Husin dan Kasie Geologi, T Mukhlis ST MT kepada Serambi, Jumat
(4/1) sore usai meninjau Pusat Pemantau Gunung Berapi di Desa Lambaro
Tunong membenarkan terjadinya peningkatan aktivitas magma (lahar panas)
Gunung Api Seulawah Agam dalam beberapa bulan terakhir.
“Masyarakat
di sekitar Gunung Api Seulawah Agam tidak perlu resah dan ketakutan
dengan penetapan status waspada oleh Badan Geologi Bandung. Kenaikan
aktivitas ledakan lahar panas Gunung Api Seulawah Agam masih berada jauh
di dalam dapur magmanya dan belum mencapai cerobong gunung apinya,”
kata Said Ikhsan.Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Aceh
menyatakan data yang dilansir Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait
meningkatnya status Gunung Api Seulawah Agam dari ‘normal’ menjadi
‘waspada’ merupakan data akurat.
Kepala Seksi Geologi Distamben
Aceh, Mukhlis ST MT mengatakan alat pencatatan gempa dapat membedakan
dengan jelas mana getaran yang disebabkan karena proses pergerakan
(getaran) alamiah kawah dan mana getaran yang disebabkan aktivitas
manusia (noise), semisal getaran truk yang tertangkap alat pencatat
gempa (seismograf) yang ditempatkan di lokasi.
“Saya pastikan itu
data akurat. Sangat dapat dibedakan, mana getaran alamiah yang
disebabkan pergerakan kawah dengan getaran yang diakibatkan aktivitas
manusia seperti getaran truk lewat,” ujar Mukhlis.
Menurutnya,
getaran akibat aktivitas manusia (noise) juga dapat dideteksi secara
detil di alat perekam (pencatat) gelombang gempa bumi dengan media
kertas (sistem analog). Namun, katanya, secara umum pencatatan gempa
dilakukan dalam lima kategori. Yaitu Gempa Vulkanik A (Vulkanik Dalam),
Gempa Vulkanik B (Vulkanik Dangkal), Tektonik Jauh, Tektonik Lokal. Satu
lainnya adalah Noise, yakni getaran yang dihasilkan karena aktivitas
manusia seperti kendaran yang melintas di sekitar lokasi alat
seismograf.
Muhklis menjelaskan untuk memantau pergerakan kawah
Gunung Api Seulawah Agam, petugas menempatkan satu alat seismograf di
lokasi. Tapi, katanya, idealnya alat yang dibutuhkan adalah dua unit.
Namun hanya tersedia satu unit. Sehingga seismograf tersebut ditempatkan
di antara dua kawah Gunung Api Seulawah Agam. Yaitu di titik 1,7
kilometer dari posisi Kawah Simpago dan 5 kilometer dari posisi Kawah
Hezt.
Alat seismograf ini ditempatkan di permukaan antara kedua
kawah dan secara real time selalu mengirim data ke receiver di Pos
Pengamatan Gunung Api Seulawah Agam. Pos Pengamatan Gunung Api Seulawah
Agam berlokasi di Desa Lambaro Tunong, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh
Besar, sekitar satu kilometer dari Ponpes Gontor 10.
“Di Pos Pengamatan sudah ada dua petugas yang selalu berjaga dan menerima data-data yang dikirimkan dari lokasi kawah,” ujarnya.
Kepala
Stasiun Geofisika Mata Ie, Aceh Besar, Syahnan mengatakan getaran gempa
vulkanik yang disebabkan pergerakan kawah Gunung Api Seulawah Agam
tidak dapat terdeteksi di pusat pengamatan gempa di Mata Ie. Hal ini
disebabkan karena jarak (radius) Mata Ie dengan lokasi Gunung Api
Seulawah Agam terpaut puluhan kilometer. Terlebih, katanya, getaran yang
dihasilkan karena pergerakan kawah gunung hanya terjadi di permukaan
kawah. Sehingga hanya dapat terdeteksi di sekitar kawasan kawah.
Menurut
Syahnan, alat seismograf yang ditempatkan di Mata Ie lebih difokuskan
pada rekaman getaran gempa tektonik (gempa di dasar laut), bukan gempa
vulkanik (gempat akibat meletus gunung api).
“Kalau kita lebih
fokus merekam getaran gempa tektonik. Tapi kalau gunung berapi hanya
bisa direkam di kawasan dekat dengan gunung, karena getarannya terjadi
di permukaan kawah atau tempat keluarnya magma,” ujar Sahnan.
Syahnan
sependapat dengan Kepala Seksi Geologi Distamben Aceh, Mukhlis tentang
mana getaran yang disebabkan karena proses pergerakan alamiah kawah dan
mana getaran yang disebabkan aktivitas manusia. “Petugas sudah dilatih
(dididik) untuk itu,” kata Syahnan.
Di Stasiun Geofisika Mata Ie,
menurut Syahnan juga sering terekam getaran akibat aktivitas manusia
seperti saat latihan militer (misalnya ledakan dinamit). “Alat tetap
membaca (merekam) getaran itu, tetapi petugas mengerti bahwa itu bukan
getaran akibat aktivitas alam (gempa tektonik),” ujar Syahnan.
Baik
Mukhlis maupun Syahnan dimintai tanggapan mereka karena di kalangan
masyarakat sempat berkembang keraguan mengenai warning yang dikeluarkan
PVMBG tentang meningkatnya status Seulawah Agam. Sempat berkembang isu
yang menyebutkan alat yang digunakan untuk pencatat aktivitas Gunung
Berapi Seulawah Agam telah mencatat getaran yang diakibatkan aktivitas
manusia seperti lalu lintas truk di jalan. “Kalau benar terjadi getaran
(gempa) akibat aktivitas alam, harusnya di Stasiun Geofisika Mata Ie
juga terdeteksi. Tetapi di Stasiun Geofisika Mata Ie tidak terekam,”
kata seorang warga mengutip sumber di Stasiun Geofisika Mata Ie.(Serambi Indonesia/sar/nas)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !